
PPM.ALHADI– Bulan Sya’ban adalah Salah satu bulan yang sangat istimewa dan penuh berkah. Perbuatan taubat di bulan ini adalah suatu keberuntungan yang besar. Meningkatkan ketaatan kepada Allah pada saat itu adalah bagaikan berdagang yang mendapatkan laba yang melimpah.
Bulan Sya’ban memiliki beberapa arti yang berbeda-beda. Beberapa ulama mengatakan bahwa nama Sya’ban berasal dari kata yang berarti “mencuat” atau “jelas”, yang menunjukkan bahwa bulan ini adalah waktu untuk mencapai kebaikan yang jelas. Ada juga yang mengatakan bahwa nama Sya’ban berasal dari kata yang berarti “jalan terjal”, yang menunjukkan bahwa bulan ini adalah waktu untuk menuju kebaikan.
Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa nama Sya’ban berasal dari kata yang berarti “menutup”, yang menunjukkan bahwa Allah SWT akan menutupi (mengobati) hati-hati yang risih, retak dan galau di bulan ini.
Beberapa peristiwa yang terjadi di bulan Sya’ban. Diantaranya adalah:
- Perpindahan Qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah
Pada bulan Sya’ban terjadi perpindahan qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Hal yang sudah Rasulullah SAW. sendiri tunggu-tunggu dan dambakan. Setiap hari beliau SAW. selalu bangun dan memandang ke atas mengharapkan datangnya wahyu dari Allah SWT. Sampai tiba akhirnya Allah SWT. telah memberikan apa yang membuat beliau menjadi tenang dan bahagia, Allah SWT. menurunkan sebuah ayat:
“Sesungguhnya kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Q.S. al-Baqarah: 144)
Syaikh Abu Hatim al-Busty memberikan keterangan: “Orang Islam sholat menghadap ke Baitul Maqdis selama 17 bulan dan 3 hari. Demikian itu karena Rasulullah SAW tiba di Madinah pada hari Senin tanggal 12 Robi’ul Awal. Lalu Allah memerintahkan beliau menghadap Ka’bah pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban”.
- Pelaporan Amal
Pelaporan ini adalah pelaporan yang sifatnya lebih luas dari pada pelaporan-pelaporan yang lain. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid: “Aku mengatakan: Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa di suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban, lalu beliau bersabda :
Bulan itu banyak dilupakan oleh manusia. Ia adalah suatu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. la adalah suatu bulan yang mana pada saat itu amal perbuatan manusia dilaporkan kepada Allah Tuhan semesta alam. Dan aku ingin ketika amal perbuatanku dilaporkan, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” Imam Mundziri berkata: H.R. Imam Nasa’i.
- Pelaporan Amal Di Siang Hari Dan Di Malam Hari
Telah disebutkan dalam kitab Shahih Muslim sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa RA, beliau bercerita : “ suatu ketika Rasulullah SAW berdiri (seraya menyampaikan) lima kalimat. Beliau bersabda: Sesungguhnya Allah itu tidak tidur dan tidak seyogyanya jika Ia tidur. Allah itu berhak mengurangi pembagian dan menambah pembagian yang lain.
Dilaporkannya amal perbuatan di waktu siang sebelum dilaporkannya amal perbuatan di waktu malam. Dan dilaporkannya amal perbuatan di waktu malam sebelum dilaporkannya amal perbuatan di waktu siang. Hijab-Nya adalah cahaya, jika hijab itu dibuka, niscaya kilauan dzat-Nya akan membakar seluruh makhluk-Nya hingga akhir penglihatan-Nya.”
- Penentuan Umur Di dalam bulan Sya ban
Terdapat penentuan umur, artinya pada bulan itu ditampakkan penentuan itu kepada Malaikat. Karena apapun yang dilakukan Allah tidak dibatasi dan tidak terikat oleh waktu dan tempat.
Telah diriwayatkan sebuah hadits dari Sayyidah Aisyah RA beliau berkata: “Sesungguhnya dahulu Rasulullah SAW berpuasa di bulan Sya’ban sebulan penuh. Aisyah berkata: Lalu aku bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah bulan yang lebih engkau sukai berpuasa itu bulan Sya’ban?
Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah telah menulis (mentakdirkan) setiap jiwa yang akan mati pada tahun itu. Maka aku berharap di saat ajalku datang, aku sedang dalam keadaan berpuasa.” (H.R. Abu Ya’la, Hadits tersebut termasuk kategori Hadits Ghorib namun Sanadnya Hasan)
Oleh karena itu, dahulu Rasulullah memperbanyak berpuasa di bulan Sya’ban. Anas bin Malik RA bertutur kata: “Bahwa Rasulullah SAW selalu berpuasa seolah-olah tidak pernah berbuka (tidak berpuasa), sehingga kita mengatakan: Tidak ada pada diri Rasulullah SAW berbuka (tidak berpuasa) selama setahun.
Kemudian Rasulullah berbuka dan tidak melakukan puasa, sehingga kita berkata: Tidak ada pada diri Rasulullah SAW melakukan puasa sepanjang tahun. Puasa sunah yang paling disenangi Rasulullah adalah puasa bulan Sya’ban”. (H.R. Ahmad dan Thabrani).
Beberapa Keutamaan Puasa Di Bulan Sya’ban:
Rasulullah SAW pernah ditanya: “Puasa apakah yang lebih utama selain puasa Ramadlan? Beliau menjawab: Puasa di Bulan Sya’ban. Lalu ditanya lagi: Shodaqoh apakah yang lebih utama? Beliau menjawab: yaitu bershodaqoh di Bulan Ramadlan“. (H.R. Tirmidzi, ia berkata ini adalah hadits Gharib)
Bahkan Sayyidah Aisyah berkata: “Dahulu Rasulullah selalu berpuasa sehingga kami mengatakan, nyaris Rasulullah SAW tidak pernah berbuka (tiada hari tanpa puasa) dan di saat yang lain, beliau selalu berbuka (tidak puasa) sampai sampai kita mengatakan nyaris Rasulullah SAW tidak pernah puasa, Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Syaban dan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat Rasulullah memperbanyak puasa pada suatu bulan seperti beliau memperbanyak puasa di bulan Sya’ban”. (H.R. Bukhori, Muslim dan Abu Dawud).
Diantara keistimewaan bulan Sya’ban adalah bahwasanya pada bulan tersebut diturunkan ayat shalawat dan salam atas Rasulullah SAW. Dikarenakan ayat Al-Quran yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”
Imam Ibnu Shaif al-Yamani menyebutkan bahwasanya sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dikarenakan ayat di atas turun pada bulan Sya’ban.
Syaikh “Izzudin bin Abdissalam berkata: “Membaca sholawat kepada Rasulullah itu bukan berarti kita bisa memberi syafa’at kepada beliau, karena sesungguhnya orang seperti kita tidak akan mampu memberikan syafa’at kepada orang semacam Rasulullah SAW, Akan tetapi Allah memerintahkan kita agar selalu membalas budi kepada orang yang pernah memberikan kenikmatan dan berbuat baik kepada kita, jika kita tidak mampu balas budi kepadanya, maka kita akan selalu berdo’a agar Allah berkenan membalas kebaikannya kepada kita.
Jadi, ketika kita tidak mampu membalas kebaikan Nabi SAW pemimpin umat yang dahulu dan umat yang akhir, maka Allah Tuhan semesta alam memerintahkan agar kita mencintainya dan membaca sholawat untuknya, dengan harapan sholawat kita itu sebagai balas budi akan kebaikan dan keutamaannya.
Sungguh!! tidak ada kebaikan yang melebihi kebaikan Nabi SAW kepada kita umatnya.
Hari-hari di bulan Sya’ban secara keseluruhan dan khususnya malam nisfu Sya’ban (malam pertengahan bulan Sya’ban) adalah merupakan waktu yang tepat serta kesempatan yang baik untuk bersegera dalam melakukan berbagai macam amal kebaikan, serta berlomba-lomba mencari jalan untuk melakukan amal tersebut.
Karena bulan Sya’ban adalah waktu yang penuh keutamaan dan barokah, yang mana sudah sayogyanya bagi setiap mukmin untuk memperbanyak amal kebaikan di dalamnya.
Nabi SAW memerintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam meraih berkah dan beramal shalih pada malam nisfu Sya’ban, Diriwayatkan dari sayidina Ali RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Ketika dalam malam nisfu Sya’ban maka beribadahlah pada malam harinya dan puasalah di siang harinya, karena sesungguhnya Allah (pada malam itu) turun ke langit dunia sejak terbenamnya matahari seraya berfirman: “adakah orang yang memohon ampunan, niscaya Aku aku akan mengampuninya. Adakah orang yang meminta rizki, niscaya Aku akan member rizki. Adalah orang yang sedang di uji, niscaya Aku akan meringankannya, adakah yang meminta ini, adakah yang meminta itu.
Sampai munculnya fajar”. (HR. Ibnu Majah, yang dalam deretan sanadnya ada Abu Bakar bin Abdulloh bin Abi Sabroh. Dia berkata dalam kitab “Tagrib”: Para ulama’ mengategorikan hadist ini sebagai hadits yang maudlu”, sedangkan dalam kitab “Khulasoh”, ia berkata : ulama yang lain mengatakan hadist ini dhoif)
Hadist ini masih dapat dijadikan sebagai tendensi dalam hal Fadloilul A’mal, sebagaimana komentar para ahli tahqiq dalam beberapa kitab Fadlo’il seperti Imam Mundziri dalam kitab at-Tarqhib Wa Tarhib, Syarof ad-Dimyati dalam kitab al-Majjar arRobih dan Ibnu Rajab dalam kitab Lathoiful Ma’arif.
Kesimpulanya adalah Bahwa sesungguhnya masalah ini adalah memiliki dasar yang menjadikannya layak untuk diamalkan semata-mata mengharap pahala dan anugrah Allah SWT.
Tidak ada ketentuan yang pasti dari Rasulullah SAW mengenai do’a khusus serta sholat yang dikerjakan pada malam nisfu Sya’ban. Rasulullah SAW hanya menganjurkan kepada umatnya untuk meramaikan malam nisfu Sya’ban dengan memanjatkan do’a dan melakukan berbagai macam ibadah lain secara mutlak tanpa ada kekhususan.
Sehingga siapa saja yang membaca alQur’an, memanjatkan do’a, menuanaikan sholat, bersedekah, atau melakukan amal ibadah apapun yang ia mampu melakukannya pada malam nisfu Sya’ban, maka dia sudah tergolong orang-orang yang menghidupkan malam nisfu Sya’ban serta mendapatkan pahala dari Allah SWT.[1]
[1] Sayyid Muhammad Al-Maliki, MADZA FI SYABAN,