Refleksi HSN 2025: Antara Kritik Publik dan Muhasabah Kolektif Kaum Santri

  • Minggu, 26 Oktober 2025
  • 75 views

PPM.ALHADI–Beberapa hari sebelum Hari Santri Nasional tiba, saya memutuskan untuk menghapus aplikasi sejuta umat: TikTok. Alasannya sederhana. Saya sudah tidak sanggup lagi melihat konten dan komentar-komentar miring bernada sini dari netizen tentang santri dan pesantren. Dan dengan keputusan itu, saya berharap bisa menyelamatkan kewarasan saya.

Saat ini saya masih memakai Facebook dan Instagram. Bukan berarti dua platform itu bersih dari konten serupa, tetapi entah mengapa tidak “segila” yang ada di TikTok. Setiap kali membuka TikTok (wa akhwātuhā), rasanya asam lambung saya langsung naik.

Bagaimana tidak? Komentar-komentar yang berseliweran begitu serampangan dan penuh tudingan: pesantren disebut sarang kejumudan, feodalisme, ketidakrasionalan, bisnis agama, bahkan menjadi salah satu tempat di atas muka bumi yang masih menjalankan “perbudakan”.

HSN tahun ini memang terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menjelang hari istimewanya, dunia pesantren kembali menjadi sorotan publik. Peristiwa runtuhnya Mushola Al-Khaziny di Buduran yang menelan korban jiwa puluhan santri, serta tayangan program televisi nasional yang menyoroti fenomena “jalan ngesot santri”, mewarnai jagat media.

Kedua peristiwa itu disusul dengan serangan bertubi-tubi terhadap kaum santri. Meski yang terpojokkan pada akhirnya adalah pesantren dengan manhaj nahdliyyah. Hal ini bisa terlihat misalnya dari tagar yang belum lama muncul, “beda pondok, beda ajaran; beda pondok, bisa main raja-rajaan.”

Terlepas dari siapa dan apa motif di balik kritik-kritik pedas yang dilontarkan kepada pesantren, tentu kritik-kritik itu tidak seluruhnya benar, tetapi juga tidak sepenuhnya salah.

Meski demikian, kritik publik tidak sepatutnya langsung ditolak atau disikapi secara defensif. Respons reaktif seperti “makanya mondok”, “makanya ngaji” atau “ngajinya kurang jauh” justru menunjukkan ketidakdewasaan dalam berdialog dengan realitas sosial.

Di tengah riuhnya serangan digital itu, mudah bagi kita untuk marah dan tersinggung. Namun kemarahan, tanpa refleksi, hanya akan mempertebal jurang antara pesantren dan masyarakat luas. Dalam momentum Hari Santri ini, alih-alih menutup diri, kaum santri seharusnya menjadikan kritik tersebut sebagai bahan intropeksi kolektif (مُحَاسَبَة جَمَاعِيَّة).

Sudah saatnya kita bercermin, menakar sejauh mana pesantren telah menjawab tantangan zaman, memperbaiki tata kelola, serta membuka diri terhadap pembaruan dan modernitas tanpa kehilangan akar tradisinya. Sebagai bagian dari komunitas pesantren, saya tentu tak ingin menafikan jasa besar lembaga ini dalam membentuk moral bangsa. Namun mencintai tidak berarti menutup mata terhadap kekurangan.

Sebenarnya, jauh sebelum tragedi Al-Khaziny dan liputan Trans7, publik telah lebih dulu disuguhi berbagai kabar yang menguji citra pesantren: kasus perundungan, kekerasan, hingga pelecehan seksual di lingkungan pesantren; belum lagi fenomena ngalap berkah dan ta’zim yang kadang melampaui batas kewajaran.

Video-video viral tentang kondisi pondok yang kumuh, santri makan dengan cara tak layak, ceramah kasar dan vulgar, dakwah campur dangdut, fenomena dai “nyeleneh”, hingga perilaku kiai yang pamer kekayaan, perlahan menimbulkan kelelahan dan keprihatinan di ruang publik.

Sudah saatnya kita berbenah diri bersama, menerima sebagian kritik itu sebagai pemicu perbaikan. Bukankah sebaik-baik Muslim adalah mereka yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan esok lebih baik dari hari ini? Bukankah Nabi juga mengajarkan agar kita mau menerima kritik dari siapa pun? Meski tentu, pada kenyataannya, permasalahan itu tidak sesederhana mengetik nyinyiran di kolom komentar.

Namun kita percaya, dengan prinsip اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ (memulai dari diri sendiri), masalah-masalah yang penuh kompleksitas itu perlahan bisa diselesaikan. Pesantren akan kembali meraih empati publik, bukan menjadi bulan-bulanan cibiran seperti hari ini.

Selain itu, di era media sosial dan budaya konten seperti sekarang, kaum santri hendaknya berhenti mencari sensasi dengan konten yang merendahkan martabatnya sendiri. Hal-hal yang bagi kalangan internal terasa lucu atau lumrah, di ruang publik bisa menimbulkan citra yang keliru tentang dunia pesantren, seperti video membagikan jeruk dengan cara ditendang, atau makan layaknya “itik”.

Sesuatu yang tampak biasa dan lumrah di kalangan internal bisa saja terlihat buruk di hadapan publik.

Pada akhirnya kita diingatkan kembali dengan dawuh para kiai kita yang sering mengibaratkan santri sebagai kertas putih tanpa noda. Namun justru karena warna putih itulah, noda sekecil apa pun akan tampak jelas. Publik sering kali terfokus pada “setitik noda hitam” yang ada dan terabai dalam melihat sisi kebaikan pesantren. Dalam bahasa para sufi, santri berada dalam مَقَام الْمُقَرَّبِينَ (posisi yang dekat dengan Tuhan).
حَسَنَاتُ الْأَبْرَارِ سَيِّئَاتُ الْمُقَرَّبِينَ
“apa yang dianggap baik bagi kebanyakan orang bisa menjadi buruk bagi mereka yang lebih dekat”

Pada akhirnya, kita diingatkan kembali oleh dawuh para kiai yang sering mengibaratkan santri sebagai kertas putih tanpa noda. Namun justru karena warna putih itulah, noda sekecil apa pun akan tampak jelas. Publik sering kali terfokus pada “setitik noda hitam” yang ada, dan terabaikan dalam melihat sisi kebaikan pesantren. Dalam bahasa para sufi, santri berada dalam maqām al-muqarrabīn (posisi kedekatan dengan Tuhan).

Hasanātu al-abrar sayyiātu al-muqarrabīn — apa yang dianggap baik bagi kebanyakan orang bisa menjadi buruk bagi mereka yang lebih dekat (Pen: Santri).

Semoga saja, dengan hujanan kritik yang menghujam, kita semakin tersadar dari kekhilafan yang mungkin luput dari perhatian. Dan semoga pula, melalui muhasabah bersama, kaum santri dapat terus mengawal Indonesia Merdeka menuju peradaban dunia.
Selamat Hari Santri Nasional 2025!

Oleh: PPM Alhadi

Admin Pesantren Pelajar dan Mahasiswa Al-Hadi, Arumdalu, Krapyak Wetan, RT 08, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY

Hubungi Kami

Hubungi Kami jika Anda membutuhkan bantuan, atau informasi seputar PPM Al-Hadi, Kami akan dengan senang hati membantu Anda