Kita sering mendengar kata al-madad diucapkan dalam majelis-majelis dzikir, wirid, doa, diba, barzanji, burdah dan lain sebagainya. Al-Madad memiliki arti yang bervariasi, ia tergantung pada niat siapa yang mengucapkan.
Di dalam Lisan Al-Arab karya Ibn Mandzur, ketika seseorang mengatakan “Madadna Al-Qaum” berarti “Kita telah menjadi penolong bagi suatu kaum”.
Ketika seseorang mengatakan, “Amadda al-amir jundahu bil al-khaili wa al-rijal wa a’anahum wa amaddahmum bi malin katsir wa aghnahum…” artinya, “Raja itu mengirimkan bala tentara perang….” Al-Madad bisa berarti bala tentara perang yang dikirimkan dalam medan peperangan.”
Imam Al-Fayumi mengatakan arti al-madad adalah pertolongan dan penguatan ketika seseorang mengatakan “Amdadtuhu bi madadin” artinya, “Aku memberikan kepadanya pertolongan dan kekuatan.”
Ketika seseorang mengatakan, “Madad ya Allah” maka artinya “Berilah aku pertolongan dan kekuatan dari sisi-Mu, bantulah aku atas musuh-Mu, tambahkanlah kasih sayang, berkah, mampukan aku dalam mentaati-Mu, melawan syetan dan nafsuku.”
Ketika seseorang mengatakan, “Madad ya Rasullah” maka berarti seseorang memohon pertolongan (ma’unah) kepada Nabi.
Meski hakikat pertolongan tidak lain dari Allah, akan tetapi bertawassul kepada Nabi diperbolehkan dalam agama ini. Imam Al-Subki dalam kitab Radd Al-Mukhtar mengatakan, “Bertawassul kepada Nabi dibolehkan, tidak ada yang mengingkari kebolehannya baik dari kalangan salaf maupun kholaf.”
Begitu juga apa yang disampaikan Imam Khatab Al-Maliki dalam kitab Mawahib Al-Jalil dan Imam Al-Nawawi dalam kitan Al-Majmu’.
Adapun ketika seseorang mengatakan, “Madad ya Auliya Allah” maka artinya “Ajari kami ilmu sebagaimana Allah mengajarkan kepadamu, Anugerahkan kami ma’rifat sebagaimana Allah menganugerahkan kepadamu, bantulah kami dengan apa yang bermanfaat untuk perjalanan kami dan bimbinglah kami dalam jalan mencintai Allah dengan izin Allah.”
Hal ini dikarenakan dalam dunia sufisme/tasawuf, ada anggapan bahwa seseorang seringkali kehilangan figur yang membimbing dan menuntunnya ke jalan adab dan etika menjalani kehidupan yang baik sebagaimana diajarkan Rasulullah.
Mereka senantiasa membutuhkan figur yang menuntun dan mengajarkan adab dan etika dalam perjalanan hidupnya meniti tangga-tangga makrifat kepada Allah.
Arti al-madad jauh lagi dipahami dan dikembangkan dalam dunia sufisme/tasawuf. Ada dua jangkar yang harus dipegang ketika seseorang memahami arti al-madad dalam ekspresi keberagamaannya yaitu: nadzrah tauhidiyah (perspektif tauhid) dan nadzrah al-asbab (perspektif sebab akibat). Keduanya harus disenyawakan dalam memahami dan mengamalkan arti al-madad.