BEKAL SETELAH WISUDA S1: ULASAN KHUTBAH IDUL ADHA ABAH ANIS 1446 H

  • Selasa, 10 Juni 2025
  • 211 views

PPM.ALHADI–Jum’at, 6 Juni 2025 M/10 Dzulhijjah 1446 H

Alhamdulillah penulis ditemani Ustadz Yazid melaksanakan sholat ‘id di Masjid Al-Mu’min, Janganan, Glugo—sekitar 600 meter ke arah barat daya dari pondok. Bukan tanpa alasan kami memilih tempat itu, melainkan karena Abah Anis yang bertugas menjadi imam sekaligus khatib di sana.

Dalam artikel ini, saya dengan segala ngantuk yang saya tahan saat pagi itu akan mereview apa yang Abah Anis sampaikan di atas mimbar. Let’s dive in!

Idul Adha bukan sekadar perayaan, ia adalah representasi spiritual dari pengorbanan, keikhlasan, dan kepatuhan kepada Allah SWT. Umat Islam merayakannya dengan menyembelih hewan kurban sebagai bentuk taqarrub, namun nilai sejati ibadah ini seringkali tereduksi hanya pada aspek lahiriah. Dalam khutbah Idul Adha 1446 H di Masjid Al-Mu’min, Abah Anis mengangkat kembali makna esensial kurban dalam semangat ketakwaan dan keteladanan keluarga Nabi Ibrahim.

Tafsir Makna Qurban: Antara Darah dan Takwa
Abah Anis membuka khutbahnya dengan menyitir QS. Al-Hajj: 37:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.”

Context behind Ayat ini adalah koreksi terhadap praktik pra-Islam, di mana darah hewan kurban disiramkan ke Ka’bah sebagai simbol persembahan. Kitab-kitab tafsir seperti Mafātīḥ al-Ghayb karya Imam Ar-Razi dan Anwār at-Tanzīl oleh Imam Al-Baidhawi menggarisbawahi bahwa yang menjadi perhatian Allah adalah niat dan ketakwaan, bukan berhenti pada simbolik saja.

Yang sempat membuat penulis melek dan semakin menunjukkan bahwa struktur khutbah Abah Anis ini tidak sembarangan adalah tepat setelah membacakan ayat tadi, Abah Anis langsung melanjutkannya dengan lantunan takbir.
Coba perhatikan bahwa ayat tadi ditutup dengan:
كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ
(demikianlah Allah menundukkannya untuk kamu agar kamu mengagungkan (bertakbir) Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu)

Persis setelah diperintah bertakbir, Abah Anis melanjutkan khutbahnya dengan bertakbir. Selain menunjukkan struktur khutbah yang bagi penulis sangat brilliant, hal tadi juga memperlihatkan korelasi tekstual dan kontekstual antara nash Al-Qur’an dan tradisi takbiran dalam masyarakat Indonesia.
Ibrahim, Hajar, dan Ismail: Rekonstruksi Keteladanan Keluarga Profetik

Abah Anis kemudian lanjut ke main topic yang honestly, every parent perlu dengar, yakni bagaimana keluarga Nabi Ibrahim AS menjadi role model untuk keluarga di era sekarang. Setidaknya, ada lima keteladanan yang dicontohkan keluarga Nabi Ibrahim kepada kita.

  1. Tauhid yang Menjelma dalam Keteladanan
    Nabi Ibrahim tidak hanya menyampaikan tauhid secara verbal atau perintah, tetapi mewujudkannya dalam tindakan. Beliau menjadi teladan nyata, bukan sekadar pemberi perintah. Abah Anis menekankan bahwa orang tua hari ini hendaknya menyadari bahwa pembelajaran paling efektif bagi anak adalah dari keteladanan, bukan dari dogma semata. Mereka lebih bisa mencerna apa yang mereka lihat dibanding apa yang mereka dengar.
    Sejenak, jadi kepikiran, apa yang Nabi Ibrahim lakukan itu seperti apa yang pak jokowi sampaikan lo gengs. Walk the talk, not only talk the talk.
  2. Komunikasi Dua Arah dalam Keluarga
    Keteladanan berikutnya adalah Nabi Ibrahim selalu membuka ruang untuk berdiskusi dan mendengar pendapat dari keluarganya. Even, Ketika Nabi Ibrahim menerima wahyu untuk menyembelih Ismail, yang notabene-nya adalah dari Allah, dia masih ngajak Nabi Ismail untuk berdiskusi.
    فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ
    “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.” (QS. Ash-Shaffat: 102)
    Kemudian, kita coba lihat respon Nabi Ismail yang equally amazing
    يَـٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
    “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
    Ini adalah puncak dari ketaatan yang timbul dari didikan yang sangat luar biasa tentunya. Cermin pendidikan tauhid dan komunikasi dua arah. Anak tidak dilihat sebagai subordinat, tetapi mitra dialogis. Wujud bakti Nabi Ismail kepada orang tuanya didasari pada keimanan pada Allah SWT, itulah yang seharusnya ditanamkan pada putra-putri kita sejak dini.
  3. Doa sebagai Strategi Pendidikan
    Jauh sebelum Ismail dikandung, Nabi Ibrahim sudah berdoa:
    رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ
    “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100)
    Abah Anis menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya soal upaya lahiriyah, tetapi juga batiniah melalui munajat. Anak bukan sekadar warisan biologis, tetapi amanah Ilahiah. Secara konsisten memeluk putra-putri melalui do’a adalah usaha yang sama pentingnya dengan menyekolahkannya, karena at the end of the day, putra-putri kita belongs to Allah, dan bukan seutuhnya “milik” kita.
  4. Keteladanan Siti Hajar: Strong Mom Energy
    Abah Anis juga men-highlight keteladanan Siti Hajar yang honestly, every mom should aspire to. Saat Nabi Ibrahim harus meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail yang saat itu masih bayi di tengah padang pasir yang sepi dari apapun (sekarang jadi Makkah), Siti Hajar tidak menentang dan mengeluh. Sebab dia yakin bahwasanya Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang beriman dan bertawakkal pada Allah SWT
    Usaha yang dilakukan oleh Siti Hajar dengan berlari-lari dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah mencari air (sekarang diabadikan dalam rukun haji sebagai ritual sa’i) menunjukkan bahwa para ibu juga harus memiliki ketegaran dalam mendidik anak, terlebih dalam keadaan sulit,”. Keikhlasan dalam menjalani ujian rumah tangga dan mendidik anak adalah hal yang kian langka ditemukan pada tiap keluarga muslim saat ini.
  5. Anak Sebagai Amal Jariyah: Tanggung Jawab Orang Tua
    Abah Anis mengingatkan bahwa anak-anak kita adalah “investasi akhirat karena merekalah yang akan menjadi penerus dari ibadah kita, yang akan menyambung wirid dan bacaan qur’an kita, yang akan hidup sebagai amal jariyyah kita.

Sebagai penutup dari ulasan khutbah abah anis, akan penulis suguhkan sebait puisi yang tidak terlalu nyeni. Hehe…

Kecintaan adalah ujian
Ketaatan adalah pengorbanan
Keberserahdirian hanyalah kepada-Nya
Itulah Ibrahim dan Ismail


Dan seperti itulah seharusnya kita
Dalam dunia yang makin liberal dalam mendefinisikan keluarga dan otoritas, khutbah ini menjadi oase spiritual dan ideologis. Akhirul Kalam, love gets tested, obedience requires sacrifice, and ultimate surrender belongs only to Allah.
Wallahu A’lam…

Oleh: PPM Alhadi

Admin Pesantren Pelajar dan Mahasiswa Al-Hadi, Arumdalu, Krapyak Wetan, RT 08, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY

Hubungi Kami

Hubungi Kami jika Anda membutuhkan bantuan, atau informasi seputar PPM Al-Hadi, Kami akan dengan senang hati membantu Anda