PPM.ALHADI– Di bulan Oktober yang penuh makna ini, santri di seluruh Indonesia merayakan Hari Santri yang ke-10, sejak pertama kali ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2015. Peringatan ini didasarkan pada peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia, yakni Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari.
Fatwa ini berhasil membangkitkan semangat umat Muslim, khususnya kaum santri yang tergabung dalam Laskar Sabilillah dan para kiai yang tergabung dalam Hizbullah, untuk berjuang hingga tetes darah penghabisan dalam pertempuran besar 10 November 1945 melawan kekuatan Sekutu di Surabaya.
Hari Santri diperingati setiap tahun sebagai bentuk pengakuan besar dari pemerintah atas peran santri dan pondok pesantren dalam perjuangan serta mempertahankan kemerdekaan NKRI. Sejarah telah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia diperjuangkan dengan darah dan keringat para pahlawan, termasuk santri dan kiai yang turut terlibat di dalamnya.
Karena kegigihan mereka dalam menentang penjajahan kolonial, banyak kiai yang mengalami persekusi, keluar masuk penjara, hingga gugur sebagai syuhada di medan perang.
Syaikhona Khalil Bangkalan dan muridnya, KH. Hasyim Asyari merupakan dua kiai besar yang pernah dijebloskan kedalam penjara sikap keras mereka terhadap penjajah. Lebih dari itu, KH. Wasyid bin Muhammad Abbas, misalnya, gugur sebagai syuhada dalam Perang Cilegon tahun 1888 melawan Belanda di Banten.
KH. Zainal Musthafa dari Pondok Pesantren Sukamanah, Tasikmalaya, juga syahid setelah dipancung oleh kolonial Jepang karena menentang praktik seikerei dan romusha (kerja paksa). Demikian pula dengan KH. Muhammad Nawawi Mojokerto yang gugur dalam pertempuran sengit di Sidoarjo pada 22 Agustus 1945. Selain itu, ratusan, bahkan ribuan kiai lainnya juga ikut gugur sebagai pahlawan dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Hari ini, Republik Indonesia telah merdeka sepenuhnya. Kaum santri tidak lagi perlu mengangkat senjata atau mengorbankan nyawa seperti para pendahulu mereka dalam melawan penjajah. Namun, perjuangan belum usai. Santri tetap memikul amanah besar untuk melanjutkan estafet perjuangan para ulama terdahulu, baik dalam ranah keilmuan maupun dalam menjaga keutuhan NKRI.
Dalam era modern ini, tantangan yang dihadapi mungkin berbeda, tetapi semangat yang dibutuhkan sama besarnya. Santri harus terus berjuang, memberantas kebodohan, mulai dari diri sendiri hingga ke masyarakat luas. Dengan tekad yang kuat, mereka dituntut menguasai teknologi dan pengetahuan mutakhir, karena hanya dengan cara inilah santri dapat menjadi garda terdepan dalam membawa bangsa ini menuju kemajuan.
Tema Hari Santri Nasional 2024, ‘Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan,’ sungguh mengandung makna yang mendalam. Santri Nusantara hari ini adalah pewaris semangat perjuangan para pendahulu mereka di masa penjajahan. Jika di masa lalu para kiai dan santri berjuang melawan penjajah dengan angkat senjata, kini santri berjuang melawan kebodohan dan kemunduran dengan angkat pena, menggenggam ilmu, dan memanfaatkan teknologi untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah.
Masa depan bangsa ini ada di tangan para santri yang tak kenal lelah belajar, berdakwah, dan mengabdi untuk kebaikan bersama. Jayalah Santri Indonesia! Jayalah NKRI!