PPM.ALHADI– Di suatu pagi di akademi Athena yang megah, Aristoteles memutuskan untuk mengumpulkan murid-muridnya di bawah pohon besar di dekat akademinya. Di sana, dia mulai mengajarkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ilmu pengetahuan biasa.
Aristoteles berdiri di depan murid-muridnya dan bertanya, “Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata ‘pendidikan’?”
Murid pertama, seorang anak muda bernama Alexios, menjawab, “Saya berpikir tentang belajar membaca, menulis, dan berhitung, Guru.”
Aristoteles tersenyum dan berkata, “Benar, itu bagian dari pendidikan. Tetapi, apakah hanya itu yang penting dalam pendidikan?”
Murid kedua, seorang gadis bernama Eirene, menambahkan, “Mungkin juga belajar ilmu pengetahuan, sejarah, dan filsafat, Guru.”
Aristoteles mengangguk, “Ya, ilmu pengetahuan dan filsafat sangat penting. Namun, apakah pendidikan hanya tentang mengisi pikiran dengan pengetahuan?”
Murid ketiga, seorang anak bernama Niketas, berpikir sejenak sebelum menjawab, “Sepertinya tidak, Guru. Tetapi, apa lagi yang harus kita pelajari?”
Aristoteles melihat murid-muridnya dengan penuh kasih dan berkata, “Pendidikan sejati adalah lebih dari sekadar mendidik pikiran. Ia juga harus mendidik hati. Tanpa mendidik hati, pendidikan kita tidaklah lengkap.”
Alexios bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, “Apa maksud Anda dengan mendidik hati, Guru?”
“Mendidik hati,” jawab Aristoteles, “berarti mengembangkan karakter dan moral kita. Ini berarti belajar untuk menjadi orang yang baik, jujur, adil, dan bijaksana. Apakah kalian pikir orang yang pintar tetapi tidak memiliki moral yang baik bisa membuat dunia ini lebih baik?”
Eirene berpikir sejenak dan menjawab, “Mungkin tidak, Guru. Orang pintar tanpa moral bisa melakukan hal buruk dengan pengetahuannya.”
“Tepat sekali,” “kata aristoteles” pendidikan sejati adalah lebih dari sekadar mengisi pikiran dengan pengetahuan. Pikiran yang terlatih tanpa hati yang terarah adalah seperti kapal tanpa kemudi. Ilmu dan pengetahuan sangat penting, tetapi tanpa moral dan nilai-nilai, kita akan tersesat.
Dan itulah mengapa kita harus seimbang. Kita harus mengembangkan intelektual kita dan juga moral kita. Pikiran tanpa hati bisa menjadi sangat berbahaya, tetapi hati tanpa pikiran juga bisa menjadi tidak efektif.”
Niketas bertanya dengan antusias, “Bagaimana kita bisa mendidik hati kita, Guru?”
Aristoteles: Pertama-tama, Seorang guru harus menjadi contoh moralitas yang tinggi. Kedua, melalui diskusi tentang etika dan kebajikan dalam konteks yg nyata. Dan yang tidak kalah penting, melalui pengalaman langsung dan refleksi pribadi seperti menjadi seseorang yg jujur, adil, sabar, dan berempati, serta merenungkan setiap tindakan kita dan dampaknya terhadap org lain.
Alexios mengangguk paham dan bertanya, “Jadi, tujuan akhir dari pendidikan adalah untuk menjadi orang yang baik?”
“Ya, benar,” kata Aristoteles dengan bijak. ” Pendidikan sejati adalah tentang membentuk karakter yang utuh, di mana pikiran dan hati saling melengkapi. Hanya dengan demikian kita bisa menjadi manusia yang seutuhnya, yang mampu berkontribusi pada kebaikan dunia. Kebahagiaan sejati datang dari kehidupan yang beretika dan penuh kebajikan.”
Eirenepun tersenyum dan berkata, “Terima kasih, Guru. Saya mengerti sekarang bahwa pendidikan adalah tentang membentuk diri kita secara utuh, bukan hanya mengisi pikiran kita.”
Aristoteles tersenyum bangga pada murid-muridnya. “Itulah esensi dari pendidikan sejati. Ingatlah, mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali. Jadilah pribadi yang tidak hanya cerdas tetapi juga baik hati, karena itulah yang akan membuat dunia kita lebih baik.”
Murid-muridnya mengangguk dengan penuh semangat, merasa terinspirasi oleh kata-kata bijak gurunya. Mereka berjanji dalam hati untuk terus belajar dan berlatih kebajikan, memahami bahwa pendidikan sejati adalah perpaduan antara pengetahuan dan moralitas. Kisah mereka menginspirasi banyak orang di seluruh Athena, menyebarkan pesan bahwa pendidikan yang sejati harus mencakup hati dan pikiran.👇👇