Ismail atau Ishaq? Mengungkap Asal Mula Kurban yang Diperdebatkan

  • Selasa, 25 Juni 2024
  • 28 views
Ismail atau Ishaq? Mengungkap Asal Mula Kurban yang Diperdebatkan Media Yayasan Al-Hadi Yogyakarta

PPM.ALHADI– Selamat merayakan Hari Raya Idul Adha 1445 H kepada seluruh umat Islam di seluruh dunia. Semoga hikmah dan keberkahan dari hari raya ini senantiasa menyertai kita dan membimbing kita menuju kesempurnaan sebagai insan yang lebih baik.

Idul Adha adalah hari raya kedua umat Islam setelah Idul Fitri. Hari raya ini dirayakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah, atau 70 hari setelah Idul Fitri. 10 Dzulhijjah juga merupakan puncak dari ibadah haji, di mana jutaan umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di Makkah untuk melaksanakan rukun Islam kelima ini.

Sambil menunggu istitho’ah dan undangan dari Allah untuk berhaji, ritual penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha menjadi salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah pada bulan Dzulhijjah. Ritual ini mengingatkan kita pada kisah Nabi Ibrahim AS, yang diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya. Namun, ada perbedaan pendapat di antara ulama mengenai putra Nabi Ibrahim yang akan disembelih, apakah Nabi Ismail AS atau Nabi Ishaq AS. Mari kita simak penjelasan dari para ulama mengenai perbedaan ini.

Ismail atau Ishaq?

Apakah Ismail putra sulung Ibrahim dari Sayyidah Hajar[1] atau Ishaq, putra bungsu Ibrahim dari Sayyidah Sarah[2]. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh tidak disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an dan hadits terkait siapakah yang anak Ibrahim yang oleh Allah diperintahkan untuk dikurbankan. Masing-masing dari kedua pendapat juga didasarkan pada qaul para sahabat dan ulama. Artikel ini berusaha untuk menginvenatarisir pendapat dan qaul tersebut guna memperkaya wawasan kita.

 Pendapat yang mengatakan ismail

Pendapat ini didukung oleh beberapa sahabat dan tabi’in, antara lain Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Said bin Musayyib, Hasan, dan Assyabiy. Ar-Razi dalam kitab Mafatihul Ghaib mengemukakan beberapa argumentasi yang mendukung pandangan ini.

Pertama, Rasulullah SAW pernah bersabda, “أَنَا ابْنُ الذَّبِيحَيْنِ” yang artinya “Saya adalah anak dari dua orang yang disembelih.” Dua orang yang dimaksud adalah Abdullah bin Abdul Muthalib dan Ismail bin Ibrahim. Ketika Abdul Muthalib bernadzar untuk menyembelih salah satu anaknya jika Allah memudahkan urusan sumur Zam Zam, Allah memudahkan urusan itu dan Abdul Muthalib pun melaksanakan nadzarnya dengan menyembelih Abdullah, ayah Rasulullah. Namun, rencana ini dicegah oleh kerabatnya, mereka menyarankan Abdul Muthalib untuk menukar Abdullah dengan 100 ekor unta. Abdul Muthalib kemudian mengikuti saran tersebut.

Orang kedua yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah Nabi Ismail AS, yang merupakan keturunan Arab dan hubungannya dapat dilacak hingga Rasulullah.

Kedua, Nabi Ismaillah yang tinggal di Mekkah, di mana bersama ayahnya, Nabi Ibrahim, mereka membangun Ka’bah. Kemudian di Mekkah, tepatnya di Mina, terdapat Al-Manhar, tempat untuk penyembelihan hewan kurban. Jika dikatakan bahwa Nabi Ishaq yang disembelih, maka Al-Manhar seharusnya berada di Palestina.

Ketiga, Allah SWT berfirman dalam ayatnya:

وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِدْرِيْسَ وَذَا الْكِفْلِۗ كُلٌّ مِّنَ الصّٰبِرِيْنَۙ

Ismail, Idris, dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar.”

Dalam ayat ini, Allah SWT memuji Nabi Ismail dengan sifat sabar. Menurut Ar-Razi dalam kitabnya, sabar yang dimaksud adalah kesabaran Ismail dalam menghadapi perintah Allah kepada ayahnya untuk menyembelihnya.

Keempat, Allah SWT berfirman dalam ayatnya:

وَامْرَاَتُهٗ قَاۤىِٕمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنٰهَا بِاِسْحٰقَۙ وَمِنْ وَّرَاۤءِ اِسْحٰقَ يَعْقُوْبَ

Istrinya berdiri dan tersenyum. Kemudian Kami beri kabar gembira kepadanya tentang kelahiran Ishaq, dan setelah Ishaq, (akan lahir) Ya’qub.

Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim diberi kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, dan dari Ishaq akan lahir Ya’qub. Jika yang disembelih adalah Ishaq, hal ini tidak bertentangan dengan firman tersebut karena Allah telah menyatakan bahwa Ishaq akan memiliki Ya’qub sebagai anak. Jika mengatakan bahwa Ishaq disembelih setelah Ya’qub lahir, ini juga tidak mungkin karena dalam firman Allah, anak yang disembelih masih berusia kanak-kanak atau baru mencapai usia baligh.

Kelima, dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim lama tidak dikaruniai anak, kemudian ia memohon kepada Allah untuk diberi keturunan yang saleh, “رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِينَ” (QS. Ash-Shaffat: 100). Ayat selanjutnya adalah perintah untuk menyembelih. Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang disembelih adalah anak pertamanya, yaitu Ismail.

Keenam, banyak riwayat menyebutkan bahwa di masa lalu terdapat tanduk kambing yang digantung di Ka’bah, menunjukkan bahwa nabi yang disembelih berada di Mekkah. Jika yang disembelih adalah Nabi Ishaq, maka tanduk kambing tersebut seharusnya berada di Syam (Palestina).

Pendapat yang mengatakan ishaq

Pendapat ini didukung oleh Umar bin Khattab, Ka’ab al-Akhbar, Jabir, Abbas bin Abdul Muthalib, Ibnu Mas’ud, Qatadah, Said bin Jubair, Masruq, Ikrimah, Az-Zuhri, As-Sudiy, dan Muqatil bin Sulaiman. Ar-Razi dalam kitabnya “Mafatihul Ghaib” menyatakan dua argumen yang mendukung pendapat ini.

Pertama, Allah SWT berfirman:

وَقَالَ اِنِّيْ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ ۝ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ ۝ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيْمٍ ۝

Ar-Razi menjelaskan bahwa sebagian ulama menafsirkan ayat ini bahwa Nabi Ibrahim hijrah ke Syam dan meminta kepada Allah untuk diberikan anak yang sholeh. Allah SWT mengabulkan permintaan tersebut. Ayat selanjutnya menjelaskan perintah untuk menyembelih. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anak yang disembelih adalah Nabi Ishaq, karena Ishaq lahir dari Sayyidah Sarah yang berasal dari Syam.

Kedua, terdapat sebuah surat dari Nabi Ya’qub kepada Nabi Yusuf, di mana dalam surat tersebut terdapat tulisan:

مِنْ يَعْقُوبَ إِسْرَائِيلَ نَبِيِّ اللهِ بْنِ إِسْحَاقَ ذَبِيحِ اللهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلِ اللهِ

“… dari Ya’qub (Israil), Nabi Allah, putra dari Ishaq, yang disembelih Allah, putra Ibrahim, kekasih Allah …

Dalam surat tersebut tercantum “Ishaq dzabihillah”, yang menunjukkan bahwa Ishaq adalah nabi yang disembelih. Penafsiran lain datang dari Muqatil bin Sulaiman dalam kitabnya Tafsir Al-Kabir. Beliau menggabungkan antara ayat Al-Quran Surat Ash-Shaffat ayat 100-102 dan Surat Hud ayat 71. Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa Ishaqlah kabar gembira oleh Allah kepada Nabi Ibrahim.

Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah, namun yang substansial bukanlah perbedaan itu sendiri melainkan dasar ilmiah dari Al-Qur’an dan Sunnah serta kajian sosio historis yang melatarbelakanginya. Meskipun terdapat perbedaan dalam pandangan, mengambil hikmah dari kesungguhan Nabi Ibrahim AS dalam cintanya kepada Allah, yang mengorbankan anaknya dengan rela adalah intinya. Begitu juga anaknya, yang dengan segera menerima perintah Allah tanpa penolakan. Ketaatan keluarga Ibrahim pun mendapat ganjaran setimpal dari Allah, menjadikan keturunan Nabi Ibrahim sebagai orang-orang yang sholeh dan Ibrahim disebut sebagai abul anbiya’ (bapak para nabi). Semoga kita semua dapat meneladani ketaatan Nabi Ibrahim dan kesuksesannya dalam membina keluarga yang taat kepada Allah SWT.


[1] Istri kedua Nabi Ibrahim AS, berkebangsaan Eithopia

[2] Istri pertama Nabi Ibrahim AS, berkebangsaan Palestina

Penulis: PPM Alhadi

Admin Pesantren Pelajar dan Mahasiswa Al-Hadi, Arumdalu, Krapyak Wetan, RT 08, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY

Hubungi Kami

Hubungi Kami jika Anda membutuhkan bantuan, atau informasi seputar PPM Al-Hadi, Kami akan dengan senang hati membantu Anda